Baghdad Sebagai Pusat Peradaban Islam
MAKALAH
“BAGHDAD SEBAGAI PUSAT PERADABAN ISLAM”
Disusun untuk memenuhi tugas
Dosen : Hery Purwosusanto, S.Sos.I, MA.Hum
Disusun oleh
Nida Dhiya Arkani
NIM : 42004051
Hukum Ekonomi Syariah
Sekolah Tinggi Ekonomi Islam SEBI 2020/2021
A. PENDAHULUAN
Segala sesuatu yang telah Allah ciptakan ada sejarahnya. Mulai dari
terbentuknya alam semesta, penciptaan manusia, dan masih banyak lagi. Agama
islam memiliki banyak peristiwa bersejarah yang harus diketahui oleh umat nya.
Dimulai dari sirah nabawiyah, penyebaran agama islam, dan lain sebagainya.
Tersebarnya agama islam ke penjuru dunia, menjadikan orang-orang
non muslim (kafir) kewalahan. Dan dalam kurun waktu yang lama, umat islam
memayungi hingga 2/3 dunia.
Pemanipulasian sejarah yang dilakukan oleh bangsa barat menjadikan
semua sejarah yang dimiliki oleh islam dialihkan menjadi kepunyaan barat. Oleh
karena itu, sangat diperlukan bagi setiap muslim mengetahui bagaiman sejarah
islam sesungguhnya dengan baik.
B.
MASUKNYA ISLAM
KE BAGHDAD
Islam masuk ke Baghdad pada tahun 637 M. Pada saat itu, paukan dari
Kekhalifahan Arab Islam dibawah komando Sa’ad bin Abi Waqqash berhasil
menguasai seluruh wilayah Kerajaan Persia. Mereka kemudian mendirikan pemerintahan di Kufah dan Basrah.
C.
PUSAT
PEMERINTAHAN ABBASIYAH
Baghdad baru dilirik 125 tahun kemudian saat Khalifah Abu Ja’far
Al-Mansur meletakkan batu pertama pembangunan sebuah ibukota baru. Dipilihnya
Baghdad dengan beberapa alasan. Selain letaknya strategis secara militer,
Al-Mansur juga melihat Baghdad memiliki Sungai Tigris. Itu merupakan faktor
penting karena bisa menjadi sarana penghubung dengan Tiongkok sekaligus
mengeruk hasil makanan dari Mesopotania, Armenia dan daerah sekitarnya.
Sejak 762 M, Dinasti Abbasiyah memusatkanpemerintahannya di
Baghdad. Berbeda dengan para pendahulunya khulafa’ rasyidin, khalifah-khalifah
Abbasiyah terasing dari rakyatnya. Kebersahajaan dan informalitas lama yang
menjadi ciri khulafa’ rasyidin tergantikan dengan gaya hidup glamor dan
hedonistik. Dalam jangka waktu satu kali diciptakan sejak di dirikan, Baghdad
telah menjadi pusat pendidikan dan perdagangan.
“Dalam keseharian, para khalifah Abbasiyah dikelilingi para tukang
jagal. Itu seperti sebuah bentuk pemberitahuan tersirat kepada khalayak bahwa
mereka memiliki kekuasaan atas hidup dan mati.” –tulis Karen Amstrong dalam
Islam, A Short History.
D.
BAGHDAD SEBAGAI KOTA METROPOLITAN
Lebih dari 500 tahun, para khalifah dinasti Abbasiyah hidup dalam kejayaan
dan kemewahan. Di bawah pemerintahan mereka, Baghdad yang sebelumnya hanyalah
sebuah kampung terpencil berubah menjadi pusat fashion layaknya Paris, Milan,
dan New York saat ini. Berbagai perilaku dan gaya berpakaian keluarga khalifah bahkan menjadi acuan mode
saat itu. Salah satu selebritis mode itu adalah Ulayyah, salah seorang adik
perempuan Sultan Harun Al Rasyid.
“Ulayyah pernah mencoba menutupi sebuah goresankecil di dahinya
dengan pengikat kepala yang berhiaskan emas permata. Ikat kepala ala Ulayyah
tersebut akhirnya menjadi trend dunia pada saat itu.” –ungkap Philip K. Hitti
dalam History of the Arabs.
Namun tidak hanya trend mode dan kemewahan, ilmu pengetahuan pun
mengalami kemajuan yang sangat pesat di Baghdad. Saat itu, hampir di setiap
sudut kota terdapat perpustakaan dan laboratorium penelitian. Hampir sebagian
besar masyarakat Baghdad memiliki minat besar dalam mempelajari matematika,
fisika, kedokteran, seni, dan filsafat.
“Karena saat pusat-pusat Islam Baghdad (dan Spanyol) sedang berada
di puncak kejayaan nya, pusat-pusat intelektual di Barat hanyalah berupa
benteng-benteng perkasa, yang dihuni oleh para bangsawan semi yang merasa
bangga atas ketidakmampuan nya dalam membaca.” –tulis Le Bon dalam The World
of Islamic Civilization.
E.
SERANGAN
PRAJURIT MONGOL
Kendati demikian, sejarah tidak selamanya berpihak pada suatu
bangsa. Ditengah gaya hidup mewah yang telah melampaui batas, pada akhirnya
Baghdad pun didatangi mimpi buruknya. Pada Februari 1258, sekitar 200.000
prajurit mongol pimpinan Jenderal Hulago Khan menyerang Baghdad. Menghadapi
serangan tersebut, alih-alih bertahan, tentara Abbasiyah yang sudah miskin
keberanian dan semangat itu malah lari kocar kacir.
Ibnu Katsir melukiskan ketidak-berdayaan para tentara Abbasiyah
tersebut. Menurut sejarawan Arab tersebut, Baghdad yang mewah dan indah dibuat
menjadi lautan berdarah oleh prajurit Hulago Khan.
“Tentara Tartar (mongol) mengejar pasukan khalifah dan rakyat biasa
hingga ke lorong-lorong kota. Mereka dengan biadab membantai tanpa ampun
tentara, anak-anak, perempuan, dan orangtua. Seketika Baghdad menjadi samudera
darah dan penderitaan.” –tulis Ibnu Katsir dalam Al-Bidayah An-Nihayah.
F.
TAKLUKNYA
BAGHDAD DITANGAN PASUKAN MONGOL
Setelah berhari-hari bertahan di istananya yang megah, khalifah
Al-Mu’thasim (1243-1258) beserta 300 pejabat dan keluarga istana akhirnya
menyerahkan diri pada Jenderal Hulago Khan. Sepuluh hari kemudian semua tawanan
dipancung satu persatu termasuk Al-Mu’thaasim dan dua putranya.
Sepeninggal khalifah, Baghdad dibakar dan dijarah habis-habisan. Ribuan
artefak dan manuskrip sejarah pun berubah menjadi abu. Selain kepada emas
permata, rupanya tentara Mongol sama sekali tidak tertarik terhadap aset
sejarah dan ilmu pengetahuan. Sebuah sikap yang pada zaman sekarang terbukti
dimiliki juga oleh militer Amerika Serikat dan Inggris saat menyerang Irak.
DAFAR PUSTAKA
1.
Hendi Johari, 19 Mei 2019, https://historia.id/agama/articles/baghdad-islam-dan-1001-kehancuran-6k4zR
2.
26 Agustus 2017, https://tebuireng.online/peradaban-islam-bagdad-pusat-kejayaan-abbasiyah/
Posting Komentar untuk "Baghdad Sebagai Pusat Peradaban Islam"