Turun ke Dasar Laut Untuk Mengambil Mutiara
Saudaraku,
Imam Ibnu Qayyim rahimahullah dalam Al
Fawaa-id, mengatakan, “Waspadai kemaksiatan. Karena kemaksiatan telah
menghinakan kemuliaan ‘usjuduu ’ (sujudlah) dan mengeluarkan kalimat yang
memutuskan ‘uskun ’ (menetaplah engkau).” Kata usjuduu,
maksudnya,perintah Allah swt dahulu kepada makhluk-Nya untuk sujud kepada Adam
as saat pertama kali diciptakan. Tanda bahwa Adam as sebagai manusia, sangat
dimuliakan. Sedangkan kata ‘uskun ’ merupakan firman Allah swt kepada Adam as
untuk menetap dan tinggal di surga bersama Hawa as. Firman Allah swt ini, juga
menandakan betapa kasih sayang Allah swt kepada Adam as selaku manusia. Tapi,
kemaksiatan Adam as yang melanggar perintah Allah dan cenderung pada bisikan
syaitan, telah merusak kemuliaan ‘usjuduu ’ dan ‘uskun ’. Itulah yang dimaksud
dalam perkataan Imam Ibnu Qayyim rahimahullah.
Perhatikanlah saudaraku,
Ibnul Qayyim dengan sangat indah melukiskan
perjalanan Adam as, manusia pertama. “Peristiwa ini sungguh memunculkan
kegelisahan seribu tahun. Tak putus tertulis dengan lembar penyesalan dan
kesedihan dalam hamparan kisah. Membawa angin kekecewaan. Sampai Adam as
didatangkan keputusan ‘fa taaba ‘alaiih ’ ((maka Allah swt memberikan ampunan
kepadanya)...Iblis mungkin bersuka cita dengan diturunkannya Adam dari
surga.Tapi Iblis tidak tahu bahwa turunnya Adam as seperti turunnya seorang
penyelam ke dasar laut, lalu kembali ke atas membawa mutiara.”
Saudaraku,
Kemaksiatan dan dosa yang dilakukan, bukan
akhir segalanya. Lihatlah lagi bagaimana perenungan Ibnu Qayyim terhadap
rangkaian peristiwa yang dialami Adam as. Bertolak dari firman Allah swt dalam
Al Qur ’an, Ibnu Qayyim menyusun redaksi sendiri setelah mentadabburinya.
Seolah, Allah swt selanjutnya mengatakan kepada Adam, “Wahai Adam, jangan
bersedih dengan perkataan-Ku kepadamu: “Keluarlah kamu dari surga ”. Karena Aku
telah ciptakan dunia untukmu dan kepentingan keturunanmu. Wahai Adam, dahulu
engkau datang kepada-Ku sebagaimana al muluuk (raja). Tapi sekarang engkau
datang kepada-Ku sebagaimana seorang al ‘abiid (hamba) datang kepada raja. Tak
perlu bersedih karena ketergelinciran (dari surga) karena kesalahanmu. Karena
sesungguhnya, sekarang telah keluar dari dirimu penyakit sombong. Dan kini
engkau telah menggunakan pakaian penghambaan...”
Saudaraku,
Dosa dan kemaksiatan, memang pasti
mendatangkan akibat.Akibat paling merugikan adalah lenyapnya kebaikan dan
keutamaan yang semula didapatkan seseorang dari Allah swt. Seperti dialami Adam
as yang melanggar perintah Allah dan iblis yang bukan hanya melanggar tapi
melawan dan membangkang perintah Allah swt. Apa hasilnya? Hasilnya kerugian
bagi Adam as yang kehilangan posisi sebelumnya ia peroleh berupa ketenangan
hidup di surga. Juga kerugian Iblis berupa kehinaan tak terperi dan tak
ada ujungnya karena murka Allah swt.
Tapi saudaraku,
Ibnu Qayyim mengeluarkan sebuah kesimpulan
sangat indah dari kisah Adam as ini. Kesimpulan yang harus kita perhatikan dan
kita jadikan pegangan. Bahwa tidak semua kondisi jatuh melakukan kesalahan,
berarti tak pernah ada lagi harapan. Tidak seluruh ‘penurunan ’, berarti tak
pernah ada lagi ‘kenaikan ’. Mungkin saja ada yang gembira dengan jatuh dan
terperosoknya kita. Iblis gembira dengan jatuhnya Adam dari surga ke dunia.
Tapi sebenarnya turunnya Adam dari surga justeru mengantarkan Adam menemukan
mutiara yang sangat berharga. Seperti seorang penyelam yang berenang ke dasar
laut yang dalam, untuk memperoleh mutiara. Ini salah satu cara kita memandang
kesalahan yang dilakukan Adam as.
Sebagaimana sabda Rasulullah saw,“
Demi Dzat yang jiwaku ada di Tangan-Nya, jika kalian tidak melakukan
dosa niscaya Allah swt akan menghilangkan kalian, lalu didatangkan kaum yang
berdosa dan mereka meminta ampun kepada Allah swt kemudian Allah swt mengampuni
mereka.“ (HR.Muslim)
Saudaraku,
Allah swt juga sudah memberi sentuhan lain
dengan menenangkan Adam as dan keturunannya, bahwa ketika Adam dikeluarkan dari
surga, itu tidak berarti Allah swt tidak mengasihi dan memperhatikannya lagi.
Karena memang bumi ini diciptakan untuk Adam dan keturunannya, seperti
firman-Nya, “Innii jaa ’ilun fil ardhi khaliifah...” (Sesungguhnya
Aku menjadikan (manusia) khalifah di bumi). Itulah yang dikehedaki Allah swt.
Yang berubah dari hubungan Adam as dengan Allah, sebagaimana perkataan Ibnul
Qayyim, adalah penyikapan Allah yang seperti ‘al muluuk ’ atau raja, kepada
Adam, kemudian menjadi pola ‘al ’abiid ’ atau hamba. Allah swt juga kemudian
membersihkan hatinya dari kesombongan dan ujub pada diri sendiri.
Tapi di sisi lain, Allah swt tetap
menyediakan kepemilikan surga itu untuk Adam as dan keturunannya.
Dikeluarkannya Adam as dari surga adalah untuk kemudian, surga akan diberikan
lagi secara lebih sempurna untuk hamba-hamba Allah swt yang mendapat rahmat
Allah swt untuk memasukinya. “Seorang pun tidak mengetahui apa yang
disembunyikan untuk mereka yaitu (bermacam-macam nikmat) yang menyejukkan mata
sebagai balasan terhadap apa yang mereka kerjakan.” (QS.As Sajdah :17)
Saudaraku,
Ini tidak menjadikan kita tak peduli dengan
dosa dan kesalahan, karena satu hal yang juga disampaikan Ibnu Qayyim, meski
beragam keutamaan yang Allah swt berikan kepada Adam as, tetap saja Adam telah
melakukan kemaksiatan. Dan karenanya, yang paling berguna bagi Adam untuk
merengkuh kemuliaannya kembali adalah dengan mengakui kesalahan dan
menyesalinya. Ini tercantum dalam do ’a Adam as, “Tuhan kami, kami telah
menzalimi diri kami sendiri, dan jika engkau tidak mengampuni kami, sungguh
kami termasuk orang-orang yang merugi.” Menurut Ibnu Qayyim, kondisi ini,
“Mirip pejuang yang terluka oleh pedang musuh. Lalu ia mengobati lukanya, dan
kembali lagi berperang seperti ia tidak memiliki luka.”
Sungguh perkatan yang halus, makna yang dalam
dan menyentuh dari seorang Imam yang sangat mengerti tentang hati, Imam bnul
Qayyim Al Jauziyah rahimahullah.
Rubrik Ruhani Majalah Tarbawi.
Posting Komentar untuk "Turun ke Dasar Laut Untuk Mengambil Mutiara"